shutterstock
KOMPAS.com — Tak sedikit pasangan yang mempertanyakan apakah frekuensi hubungan seksual yang mereka lakukan normal. Padahal, sebenarnya tidak ada "standar baku" dalam hubungan seks. Dengan kata lain, tidak ada yang tidak normal selama Anda dan pasangan sama-sama ingin melakukannya serta merasa nyaman.
"Anda boleh melakukannya tiga kali dalam semalam atau cukup sebulan sekali asalkan kedua belah pihak merasa berbahagia dalam kebersamaan," kata Catherine Birndorf, MD, pakar kesehatan mental dan penulis buku The Nine Rooms of Happiness.
Para pakar psikologi mengungkapkan, seksualitas membawa kebutuhan untuk menikmati diri, untuk mencintai dan dicintai, serta berbagi cinta. Itu sebabnya, menurut John Gagnon, profesor emeritus sosiologi, yang penting sebenarnya bukan frekuensi melakukan hubungan seksual, melainkan seberapa sering Anda menginginkan seks.
"Dan juga seberapa sering pasangan Anda mengajak melakukan hubungan seksual. Frekuensi yang optimal adalah jika kedua belah pihak sama-sama menginginkannya," kata Gagnon.
Namun, tidak bisa dimungkiri kebutuhan akan kehangatan di ranjang ini sering kali berkurang seiring dengan lamanya hubungan Anda dan pasangan.
"Setelah lewatnya masa-masa bulan madu pada awal pernikahan, biasanya kegiatan bercinta tak lagi exciting dan ditunggu-tunggu karena kedua belah pihak sudah merasa terbiasa," kata Erick Janssen, peneliti di bidang seks, gender, dan reproduksi dari Indiana University, Amerika Serikat.
Untuk mencegah rasa monoton dan jenuh, Erick menyarankan agar kedua belah pihak lebih kreatif mengelola seks. "Supaya tidak terjebak dalam gaya kamar tidur, sesekali ajaklah pasangan melakukan hubungan di ruangan lain. Kencan-kencan romantis berdua juga bisa menyalakan kembali gairah yang mulai redup," katanya.
"Anda boleh melakukannya tiga kali dalam semalam atau cukup sebulan sekali asalkan kedua belah pihak merasa berbahagia dalam kebersamaan," kata Catherine Birndorf, MD, pakar kesehatan mental dan penulis buku The Nine Rooms of Happiness.
Para pakar psikologi mengungkapkan, seksualitas membawa kebutuhan untuk menikmati diri, untuk mencintai dan dicintai, serta berbagi cinta. Itu sebabnya, menurut John Gagnon, profesor emeritus sosiologi, yang penting sebenarnya bukan frekuensi melakukan hubungan seksual, melainkan seberapa sering Anda menginginkan seks.
"Dan juga seberapa sering pasangan Anda mengajak melakukan hubungan seksual. Frekuensi yang optimal adalah jika kedua belah pihak sama-sama menginginkannya," kata Gagnon.
Namun, tidak bisa dimungkiri kebutuhan akan kehangatan di ranjang ini sering kali berkurang seiring dengan lamanya hubungan Anda dan pasangan.
"Setelah lewatnya masa-masa bulan madu pada awal pernikahan, biasanya kegiatan bercinta tak lagi exciting dan ditunggu-tunggu karena kedua belah pihak sudah merasa terbiasa," kata Erick Janssen, peneliti di bidang seks, gender, dan reproduksi dari Indiana University, Amerika Serikat.
Untuk mencegah rasa monoton dan jenuh, Erick menyarankan agar kedua belah pihak lebih kreatif mengelola seks. "Supaya tidak terjebak dalam gaya kamar tidur, sesekali ajaklah pasangan melakukan hubungan di ruangan lain. Kencan-kencan romantis berdua juga bisa menyalakan kembali gairah yang mulai redup," katanya.
Sumber : msnbc
Penulis: AN | Editor: Lusia Kus Anna |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar