Selasa, 18 Oktober 2011 - 09:27 wib
Saat tidur bisa ngompol (Foto: Corbis)
MENGOMPOL atau inkontinensia urine dapat dialami oleh pria maupun wanita dewasa karena beberapa sebab. Meski tidak mengancam jiwa, gangguan ini dapat menjadi beban bagi penderita, baik secara psikologis maupun sosial.
Tidak hanya diderita anakanak, mengompol atau beser juga dialami orang dewasa. Istilah medisnya adalah
inkontinensia urine, yang artinya adalah pengeluaran urine di saat yang tidak diinginkan. Data dari International Continence Society menyebutkan, sekitar 250 juta orang wanita dan 98 juta pria di seluruh dunia telah menderita gangguan ini.
Sayangnya, penderitanya sering kali tidak menganggap penting masalah ini. Padahal, kalau tidak ditangani dengan tepat,
inkontinensia urine dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Hal itu terlihat pada dampak langsungnya, seperti kulit kemerahan dan lecet akibat iritasi kulit karena air seni dan bau pesing yang dapat membuat pasien diisolasi dari lingkungannya.
”Dampak lain yang terjadi secara tidak langsung di antaranya gangguan psikologis, seperti frustrasi, depresi, putus asa, kurang percaya diri alias minder, kurang tidur, serta gangguan kehidupan seksual,” kata Kepala Departe-men Urologi FKUI-RSCM Dr dr Nur Rasyid SpU dalam acara media edukasi bertajuk ”Lakukan Tindakan Tepat untuk Mengatasi Inkontinensia” oleh RS Asri di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Rasyid,
inkontinensia urine dapat terjadi pada pria dan wanita, meskipun prevalensinya dua kali lebih banyak dialami wanita. Jenisnya sendiri ada beberapa macam, di antaranya stres inkontinensia, di mana air seni keluar saat aktivitas fisik seperti batuk, bersin, mengedan, tertawa, dan olahraga. Ada juga tipe urge, urine keluar secara tidak terkontrol setelah didahului dengan dorongan yang kuat untuk berkemih pada siang dan malam hari.
Bisa juga karena
overflow, akibat pembesaran prostat atau kelemahan otot-otot kandung kemih. Jenis lain adalah inkontinensiacampuran, yaitu gabungan antara tipe stres dan urge.
”Jenis
inkontinensia yang bermacam-macam ini memerlukan prosedur diagnostik yang akurat karena dibutuhkan diagnosis
inkontinensia yang tepat untuk menentukan terapi yang tepat pula,” tandasnya.
Dr Chaidir Mochtar PhD SpU dari Departemen Urologi FKUI-RSCM menjelaskan, pada pria terdapat beberapa penyebab
inkontinensia urine. Salah satunya adalah komplikasi dari pembesaran prostat jinak atau
benign prostatic hyperplasia (BPH) yang menyebabkan dinding kandung kemih menjadi lebih sensitif. Pembesaran kelenjar prostat bisa menyebabkan pembesaran otot kandung kemih disertai pembentukan jaringan ikat yang menyebabkan fungsi kontraksi otot kandung kemih tidak stabil.
Gejala yang ditimbulkan gangguan ini berupa sulit buang air kecil. Apabila urine tidak segera dikeluarkan, maka akan menumpuk di kandung kemih dan menjadi sarang perkembangbiakan bakteri yang berakhir pada radang atau infeksi kandung kemih, radang atau infeksi prostat, dan bisa membentuk batu dalam kandung kemih.
”BPH ini berbeda dengan keluhan sering berkemih dengan atau tanpa disertai desakan ingin berkemih atau
overactive bladder (OAB),” ujarnya.
Untuk membedakannya, lanjut dia,dapat dilakukan pemeriksaan urodinamik. Pemeriksaan canggih ini, karena prosesnya dikendalikan oleh komputer, dapat memperlihatkan apakah seorang pria tersebut mengalami gangguan berkemih akibat BPH atau OAB.
Hal ini bisa lebih mudah dimengerti dengan perumpamaan sederhana bahwa kandung kemih sebagai pompa dan prostat atau saluran kemih adalah bagian pintu atau pipanya.
Jadi, keluhan BPH mempunyai masalah di bagian pintu atau pipa, sementara OAB menderita gangguan di pompa. ”Dengan diketahuinya akar masalah, maka pengobatan yang tepat dapat diberikan kepada pasien,” tutur Chaidir.
Sementara pada wanita, dr Harrina E Rahardjo SpU PhD dari Departemen Urologi FKUI-RSCM mengemukakan, inkontinensia urine dapat terjadi akibat kelemahan otototot dasar panggul yang dapat disebabkan proses penuaan (aging), perubahan kadar hormon saat menopause, kegemukan, riwayat persalinan cara normal dengan berat badan lahir bayi yang besar, dan operasi- operasi daerah panggul seperti pengangkatan rahim.
Hal-hal tersebut dapat menyebabkan inkontinensia tipe stres. Jenis inkontinensia yang lain dapat disebabkan kontraksi yang berlebihan pada otot kandung kemih (inkontinensia tipe urge/OAB). ”Ini menimbulkan sensasi untuk buang air kecil yang sulit ditahan sehingga sering air kencing sudah keluar sebelum sampai ke kamar mandi dan disertai keluhan lain, seperti sering kencing di siang dan malam hari pada penderitanya,” ujar dia.
Senada dengan pria, salah satu upaya dalam menegakkan diagnosis inkontinensia urine pada wanita yaitu dengan pemeriksaan urodinamik. Selain mengetahui tipe
inkontinensia apa yang diderita pasien, pemeriksaan ini juga dapat mengetahui berapa kapasitas kandung kemih, tekanan kandung kemih saat pasien berkemih, dan adakah kontraksi otot kandung kemih (ketidakstabilan otot kandung kemih) saat kandung kemih belum penuh.
(SINDO//tty)