coba
RADIO MPU KANWA || BERANDA || PPNI || BELANJA DI GANJAR || UU KEPERAWATAN |
RIAS PENGANTIN DAN STUDIO FOTO
Anda Pengunjung Ke
Selasa, 21 Desember 2010
Mengelola Toleransi Pasangan: Telusuri Romantisme Wanita
Diposting oleh
cingsingsehat
SENSITIF, itulah perasaan wanita. Dan hal berbau romantis telah menjadi nutrisi "perasaan" sang Dewi ketimbang sang Arjuna. Lalu, apa arti romantisme bagi seorang lelaki? Ada banyak definisi romantis atau romantisme, namun Robert Billingham, professor Psikology dari Indiana University, AS, mengartikan romantisme itu bukan sekedar belaian lembut, kata-kata manis, kerlingan mata, dan sekotak cokelat atau segudang pujian.
Menurutnya, romantis bagi wanita adalah refleksi kepercayaan terhadap pasangannya. “Seorang wanita akan menyadari, keintiman seksual melibatkan kerelaan untuk ‘menyerahkan diri’. Itu dilakukan karena dia percaya pada pasangannya.”
Sementara bagi lelaki, bersikap romantis lebih mengarah pada rasa kasih, sayang, provider dan protektor. “Ketika bersikap romantis, lelaki sebenarnya ingin mengatakan aku sayang kamu dan tak bermaksud jahat, maka percayalah padaku,” ujar Billingham.
Tapi sayang, sedikit sekali lelaki yang melibatkan emosi dan kepercayaan dalam romantisme. Hal itu menyebabkan rasa kasih, sayang dan proteksi yang ingin disampaikan, kadang tak sampai tujuan. Menurut Billingham, lelaki lebih mengutamakan gairah dan seks dalam romantisme.
Mengapa begitu? Seorang neurolog, Dr. James Olds menjelaskan, hal itu disebabkan oleh perbedaan struktur biologis dan seks antara lelaki dan wanita. “Itulah kenapa lelaki dan wanita memandang romantisme dari kacamata yang berbeda,” ujar Olds, dari George Mason University, Virginia, AS.
Jelasnya, "lelaki memiliki persediaan sperma yang mungkin tak terbatas dan secara biologis, mereka telah terprogram untuk ‘menyebarkan benih-benih itu’. Dengan begitu, mereka hanya akan menganggap romantis bila seseorang mau menjadi tempat penyebaran benihnya.”
Berkorban Demi Cinta?
Atas nama cinta, banyak orang yang “bela-belain” berkorban apa saja. Tujuannya satu, agar pasangan bahagia. Tapi, haruskah sampai begitu? wanita terkadang mengklaim dirinya sebagai pihak yang paling banyak berkorban untuk lelaki. Sementara, banyak pula arjuna yang merasa telah “berkorban” dan telaten merawat cintanya.
Terlepas dari pihak mana yang paling banyak berkorban, psikoterapis Dr. Laura Schlessinger, di Los Angeles, AS, menilai “berkorban” adalah hal terbodoh yang dilakukan orang. Tentu, Schlessinger tak bermaksud mengajak kita untuk menjadi orang egois, dan tak pedulian. Buktinya, dia menyarankan kita untuk tetap bersabar dan menjunjung tinggi toleransi.
Seimbang
Konon, wanita memiliki kadar toleransi dan kesabaran yang lebih tinggi dibanding lelaki. Mungkin itulah sebabnya, wanita menjadi pihak yang lebih banyak berkorban atau mengalah. Nyatanya, “Banyak wanita yang merasa harus berkorban. Bahkan, tak sedikit wanita merasa bahagia atas pengorbanannya. Padahal, kondisi itu, jauh dari sebuah hubungan sehat.”
Padahal, kebahagiaan sejati itu hanya bisa diperoleh jika ada keseimbangan. “Jadi, bukan hanya wanita saja atau lelaki saja yang harus berkorban. Tapi harus dua-duanya."
Dalam porsi tertentu, berkorban atau mengalah akan sangat membantu sebuah hubungan. Tapi bila dibiarkan terus-terusan, kondisi itu bisa terbalik menjadi bom waktu, yang siap meledak kapan saja.
Jadi, jangan pernah takut untuk menegosiasikan setiap kondisi atau masalah yang dihadapi. Hal itu bisa menjadi pelajaran toleransi bagi pasangan, dan pelajaran otorisasi bagi Anda.
(Nv@/AF/CN15).http://suaramerdeka.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar