Ditulis oleh Administrator
Monday, 25 October 2010
Sembuh dari penyakit merupakan harapan dari semua orang, terlebih jika penyakit tersebut diderita oleh anggota keluarga. Namun, terkadang upaya mencapai kesembuhan terasa berat. Ini pula yang dialami keluarga Lilis. Mengapa?
LAPORAN: TEGUH SUPRIYANTO
DITEMUI di depan bangsal kelas II (dua) ruang perawatan RSI Siti Asiyah, Bumiayu, Sa'i (60) -ayah dari Lilis Mulyati (10), penderita gizi buruk dari Dukuh Babakan, Desa Banjarsari, Kecamatan Bantarkawung, Kabupaten Brebes- tengah duduk di sebuah kursi plastik sembari mengamati setiap orang yang lalu lalang di koridor rumah sakit tersebut.
Terlihat jelas kegelisahan di wajah lelaki paruh baya tersebut. Ketika Radar menyapa untuk mengetahui perkembangan kondisi anak perempuannya yang masih menjalani perawatan di RS ini, sedikit kegembiraan dia tunjukan karena perkembangan kesehatan Lilis saat ini.
’’Sekarang sudah mau makan, minum, dan buang air besar maupun kecil. Kalaupun menangis, suaranya sudah cukup keras. Berbeda dengan sebelumnya," ungkap Sa'i Senin (25/10).
Dikatakan Sa'i, dirinya sangat berterimakasih kepada pihak RSI Siti Asiyah yang selama ini telah merawat Lilis. Diakuinya, pada saat Lilis kali pertama masuk pada Senin (18/10) malam, dia bersama istrinya sangat bingung dengan kondisi Lilis saat itu.
Selain tidak paham mengenai penyakit yang diderita anaknya, keadaan ekonomi keluarga juga membuat keluarga Sa'i makin tidak berdaya.
’’Beruntung saya memegang kartu Jamkesmas, karenanya dengan uang seadanya saya membawa Lilis ke sini. Saat itu, keadaan Lilis sudah sangat lemas, badannya panas, dan nafasnya pendek. Saya sangat khawatir sekali," tutur Sa'i.
Diakuinya, ketika itu dia mengira Lilis hanya menderita penyakit biasa. Karenanya, saat petugas kesehatan menyarankan agar Lilis dirawat inap, dia pun menolak dengan alasan memilih berobat jalan.
’’Sebenarnya, ketika dokter mengatakan agar Lilis di rawat inap, saya sudah membayangkan biaya yang harus dikeluarkan. Padahal, saya sendiri dan istri hanya bekerja sebagai buruh tani yang bekerja setengah hari. Untuk kebutuhan sehari-hari saja tidak cukup, apalagi jika harus membayar rumah sakit," urainya.
Namun, setelah petugas rumah sakit memberikan penjelasan mengenai pembebasan biaya melalui program Jamkesmas, akhirnya Sa’i bersedia jika Lilis dirawat di rumah sakit tersebut.
Hingga kemarin maka tujuh hari sudah Lilis menjalani perawatan di RSI Siti Asiyah. Serangkaian pemeriksaan medis juga telah dia jalaninya, termasuk pemeriksaan laboratorium. Hasilnya, Lilis harus mendapatkan transfusi darah untuk mengembalikan kadar haemoglobin (Hb).
Kesulitan kembali dihadapi Sa'i. Pihak rumah sakit tidak memiliki ketersediaaan darah untuk Lilis, dan terpaksa harus mendapatkannya di PMI. Sa'i mengatakan, betapa pun kesulitan dia hadapi, dirinya tetap berupaya mencari darah golongan O. Meski untuk itu, lanjut Sa’i, dia harus mengeluarkan biaya tidak sedikit.
’’Saya meminjam uang dari saudara dan tetangga untuk mendapatkan darah. Saat itu, saya mengeluarkan biaya Rp 1 juta, dan mendapat empat kantong (sampul) darah," tutur Sa'i.
Mendapatkan kenyataan tersebut, Sa'i kembali mencemaskan biaya yang nanti tetap harus dia keluarkan jika Lilis terus menjalani perawatan. Untuk itu, dikatakannya, dia berniat membawa pulang Lilis setelah menghabiskan sisa transfusi darah yang sedang dijalani saat ini.
’’Meski pihak rumah sakit membebaskan biaya perawatan, namun untuk kebutuhan sehari-hari saya dan keluarga sangat kesulitan. Sekarang aja selama menunggui Lilis di sini, untuk makan sehari-hari saya mengandalkan kiriman dari keluarga yang datang menjenguk," tutur Sa'i.
Sejak Lilis dirawat, Sa'i dan istrinya terus menemani di rumah sakit. Praktis, sumber ekonomi keluarga mereka pun terhenti. ’’Kasihan anak-anak di rumah. Selama saya dan istri disini, mereka tinggal bersama neneknya," ucap Sa'i. (*).Radar Tegal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar