Selamat datang di "CINGSINGSEHAT.COM"

coba

RADIO MPU KANWA || BERANDA || PPNI || BELANJA DI GANJAR || UU KEPERAWATAN 

RIAS PENGANTIN DAN STUDIO FOTO

SEHAT UNTUK SEMUA

Anda Pengunjung Ke

Minggu, 22 Mei 2011

Inovator dari Dusun Mayana, BantarkawungBrebes

Suara Pantura

22 Mei 2011

  • Oleh Teguh Inpras

TINGGAL di sebuah dusun kecil yang dikelilingi hutan pinus, jauh dari perkotaan tak membuat Saefurokhman (42) mati ide. Justru di tempat itulah pria yang sehari-hari bekerja sebagai petugas Paramedis Puskesmas Bantarkawung itu menemukan kenyamanan untuk berkreasi.

Alat pendeteksi cairan infus merupakan karya terbarunya. Sebelumnya, pada 2009 dia menciptakan alat jahit (hecting) untuk khitanan. Alat tersebut cukup unik. Jika biasanya seorang anak dikhitan dahulu baru dijahit, maka cara kerja alat itu justru sebaliknya, dijahit dulu baru dikhitan. Tak hanya itu, pada 2005 dia menciptakan alat pemotong rumput dari barang bekas.

Asep demikian sapaan akrab Saefurokman terlihat tengah mengecek alat pendeteksi cairan infus, saat Suara Merdeka  datang di kediamannya, Dusun Mayana, Desa Legok Kecamatan Bantar­kawung, Brebes.

Ya, biasanya ia mengisi waktu luang selepas bertugas di pus­kesmas pembantu Desa Terlaya dengan otak-atik perangkat elektronik. ”Saya ini bukan penemu, saya hanya menyempurnakan sesuatu yang sudah ada,” katanya.

Dia mengungkapkan, pembuatan pendeteksi cairan infus itu diilhami dari kisah sejumlah keluarga pasien yang tergopoh-gopoh mendatangi perawat saat cairan infus habis tanpa diketahui. ‘’Intinya, alat ini ber­fungsi memberikan tanda kepada keluarga pasien bahwa cairan infus akan habis. Alat ini juga memudahkan kerja perawat,’’ katanya.

Untuk membuat alat itu, Sae­furokhman membutuhkan waktu tiga bulan. Menurut dia, kesulitan dalam pembuatan pendeteksi tersebut adalah menentukan material yang murah, tetapi tepat guna. Biaya produksi ditekan agar harga jual produk tidak terlalu tinggi, sehingga bisa digunakan seluruh lapisan masyarakat. ‘’Dengan bantuan teman saya yang ahli elektronik, hasil pemikiran saya akhirnya bisa terwujud,” kata dia.

Detektor berbentuk kotak kecil tersebut cukup sederhana. Pirantinya terdiri dari pengait atas-bawah, pegas (per), lampu, alarm, dan batere 3 volt. Sistem kerjanya cukup sederhana. Pengait bagian atas digunakan agar bisa terpasang pada tiang infus. Sementara pe­ngait bagian bawah untuk dudukan infus. Detektor mulai bekerja ketika infus dikaitkan de­ngan pengait. Ketika masih penuh sinyal lampu alarm tidak menyala.

Jika cairan infus akan habis, sekitar 50 cc (sesuai setelan) maka lampu dan alarm menyala secara otomatis. Asep yang kini dijuluki ‘’professor infus’’ oleh teman sejawatnya, menegaskan, detektor infus hasil kreasinya itu masih sa­ngat sederhana sehingga dapat dikembangkan lagi, misalnya di­sambungkan de­ngan piranti digital atau komputer.

Bapak dari Destiana Maidah dan Andre Yasin Oktavian itu  menga­takan, seluruh pendanaan untuk pembuatan detektor infus dirogoh dari kan­tongnya sendiri. Bahkan tidak jarang mengambil uang dapur. ‘’Awal­nya istri saya suka mengeluh ka­rena uang dapur berkurang. Namun sekarang tidak, bahkan mendukung,’’ katanya.

Apakah detektor infus merupakan karya terakhirnya? Secara tegas, Asep menjawab, ‘’tidak’’. Ada beberapa alat yang sedang digagasnya, yaitu listrik tenaga ayun dan sapu sedot. Namun, ia memprioritaskan pembuatan sapu sedot atau vakum cleaner berteknologi sederhana. ‘’Insya Allah dalam 3-4 bulan bi­sa terwujud. Alat ini bisa menjadi industi rumahan yang dapat menyedot tenaga kerja,’’ terangnya.

Dipatenkan

Dia menjelaskan, dirinya sudah menyampaikan beberapa buah karyanya ke Pemkab Brebes. Harapannya ciptaannya dipaten­kan oleh pemerintah dan diproduksi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. ‘’Sebenarnya saya ingin mematenkan karya saya. Tapi Anda tahu sendiri, biayanya tidak sedikit dan prosesnya lama,’’ katanya.

Demi membantu masyarakat, Asep pun merilis produknya ke sejumlah media, baik itu lewat citizen jurnalism atau diunggah ke Youtube.com. Dia tak meng­khawatirkan kreasinya akan dijiplak dan dimanfaatkan orang. ‘’Prinsip saya adalah menghasilkan karya yang baik dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat,’’ tandasnya.

Khotimah, istri Asep menyata­kan mendukung yang dilakukan suami­nya. Karya suaminya cukup banyak, di antaranya alat komunikasi yang dipasang di helm. ‘’Kalau yang kecil-kecil ada banyak,’’ jelasnya.

Pegiat LSM, Moch Jamil me­ngatakan, agar karya itu bisa dikembangkan perlu dukungan pemerintah dan lembaga terkait. ‘’Di sinilah peran pemerintah diperlukan, memoles inovasi tersebut menjadi produk yang dapat diterima masyarakat dan me­yakinkan keamanan teknologi tersebut,’’ katanya. (71)Suara Merdeka.

Tidak ada komentar:

Hi hi hi hiii....