Sabtu, 1 Oktober 2011 - 09:10 wib
Hubungan dan komunikasi intens antara Moms and Dads memang wajib hukumnya. Namun jika salah satu memegang kendali perhatian atau menujukkan sikap membutuhkan kehadiran pasangan terlalu berlebihan, bagaimana jadinya?
Kondisi ini disebut sebagai clingy atau kelekatan yang berlebihan.
Samakah dengan posesif?
Dalam sehari-hari, Anda mungkin akrab dengan sikap posesif atau ketergantungan (dependency) yang berlebihan. Perbedaannya adalah dalam sikap posesif, seseorang cenderung ingin selalu memiliki dan menguasai pasangannya.
Jika posesif seringkali lebih didasari sikap tidak percaya dan takut kehilangan, maka clingy lebih dilatarbelakangi faktor dalam diri, seperti rasa ketidaknyamanan atau ketidakpercayaan pada dirinya sendiri, sehingga secara berlebihan membutuhkan seseorang yang lekat dengannya.
Berawal dari kebiasaan
Moms yang menganggap bahwa dirinya tidak akan bisa berbuat apa-apa tanpa Dads, begitu pula sebaliknya, merupakan salah satu contoh sikap clingy.
Tak selamanya sikap ini menjadi baik dan menguntungkan keharmonisan rumah tangga. Namun beberapa pasangan merasa nyaman dengan hal ini, keduanya merasa saling dibutuhkan dan diperhatikan.
“Kalau saya sih senang-senang saja kalau istri membutuhkan saya jika ingin pergi kemanapun, bahkan kadang menelepon saya di sela-sela pekerjaan. Saya tak merasa direpotkan kok. Bagi saya itu bentuk perhatian,” ucap seorang Dads.
Bagaimana yang berseberangan pendapat seperti pengalaman salah satu Moms ini, “Saya agak merasa terganggu sebenarnya jika suami menelepon berulangkali untuk hal-hal sederhana yang sebenarnya bisa ia tanyakan pada pihak yang bersangkutan, misalnya proses administrasi perbankkan yang biasa saya tangani.Kali ini mau tak mau ia yang harus bergerak karena saya mengurus buah hati yang sedang sakit.”
Di sini justru Moms merasa banyak hal yang bisa dilakukan secara bergantian dengan Dads. Namun karena Moms memiliki kebiasaan menangani semua urusan rumah tangga sendiri maka ketika Dads harus mengatasinya, ia menjadi kerepotan hingga sulit menentukan tindakan.
Mungkin juga karena Moms sedang cemas dengan kondisi si buah hati, menjadi tak nyaman saat Dads berulangkali meneleponnya. Padahal jika situasinya tidak demikian, mungkin Moms juga tidak akan keberatan mengurus semuanya.
Memang masalah di atas hanya masalah kebiasaan, namun dari kebiasaan tersebut bisa terbentuk sikap ketergantungan bahkan kelekatan yang berlebihan.
Sesungguhnya perilaku ini tidak sepenuhnya salah atau tidak dapat dikatakan sebagai perilaku yang menyimpang. Namun cenderung lebih tepat jika dikatakan sebagai kecenderungan perilaku yang dipandang negatif.
Sampai taraf mengganggu?
Yang perlu dicermati bukanlah siapa yang bersikap clingy pada siapa, namun apakah antara Moms and Dads sudah tercipta kesepakatan jika terjadi hal-hal demikian.
Sikap clingy masih dianggap normal apabila tidak sampai mengganggu aktivitas keseharian seseorang. Sebaliknya, sikap clingy dianggap masalah bila pasangan merasa terganggu dengan sikap tersebut.
Misal konsentrasi kerja terganggu, sulit menentukan sikap atau curiga, mudah tersinggung, hubungan dengan pasangan terganggu dan sebagainya.
Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin akan memperburuk keharmonisan rumah tangga.
Kiat atasi clingy dalam rumah tangga:
- Masing-masing terlebih dulu harus memahami bahwa ada orang lain yang memiliki kehidupan di luar kita. Bila Moms&Dads berpikir semua yang dilakukan adalah bagi dan hanya untuk satu sama lain, justru akan jadi menjengkelkan bagi orang-orang di sekitar kita.
- Pahami pasangan Anda, coba dengarkan apa yang mereka inginkan, kebutuhan mereka, dan bagaimana kesepakatan antarpasangan.
- Sesekali mengambil waktu bersama teman-teman di sekitar pasangan dapat memberi pencerahan di tengah kepenatan. Anda bisa berbagi bahkan belajar dari pengalaman orang lain sehingga bisa bersikap lebih bijak dalam rumah tangga.
- Peka terhadap situasi rumah tangga. Jika kelekatan sudah menjadi ketergantungan yang berdampak ke arah negatif, perlahan-lahan coba cari cara untuk mengembalikan kondisi tersebut ke jalur yang lebih baik.
Misalnya perlahan-lahan meninggalkan pasangan untuk keluar kota namun dalam jangka waktu yang singkat. Katakan pada pasangan ke mana Anda pergi, dan kapan akan kembali.
Katakan padanya setelah kembali bahwa kegiatan Anda itu menyenangkan, tapi tentu saja lebih menyenangkan untuk berada di rumah bersamanya. Ingatlah selalu untuk tidak menyimpan rahasia.
- Bangun komunikasi yang baik, sehingga saat menyampaikan perasaan suka-tidak suka, nyaman-tidak nyaman dapat diterima dengan baik oleh pasangan.
Yakinkan pada diri Anda dan pasangan bahwa berbagi urusan rumah tangga bukan berarti harus merasa lekat atau tergantung. Masing-masing memiliki aktivitas yang bisa dilakukan sendiri-sendiri untuk tujuan bersama yang lebih positif. (Sumber: Mom&Kiddie)
(//nsa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar