Fitri Yulianti - Okezone
(Foto: gettyimages)
RASA penasaran dan idealisme usia muda kerap dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Fenomenanya kini, banyak anak muda menjadi korban pencucian otak gerakan radikal.
Bukan tanpa alasan bila kaum muda menjadi sasaran empuk para pencuci otak gerakan radikal berbasis agama seperti Negara Islam Indonesia (NII). Usia muda ditengarai menjadi masa mudah bagi seseorang untuk disusupi keyakinan tertentu.
“Ini adalah waktu ketika anak senang mencari sesuatu yang beda, rasa ingin tahu dan idealismenya sangat tinggi,” tutur Veronica Soepomo MSi, psikolog London School Public Relation saat dihubungi okezone lewat ponselnya, Senin (25/4/2011).
“Apalagi, kalau dia dalam rumah atau keluarga, dia enggak happy. Saat ada komunitas yang bisa menerima idealismenya, ini kemudian dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” tukasnya.
Pendekatan biasanya dilakukan lewat hal-hal yang disukai anak muda.
“Anak mudah masih labil, gampang tergoda. Diajak makan, misalnya, mudah saja mereka menerima karena sifatnya having fun. Pendekatan ini yang biasanya dilakukan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Lebih mudah bila dilakukan lewat jalur ini,” sahut Adri Fabianus, psikolog dari Kasandra Associates.
Sikap kritis dan waspada patut dimiliki anak untuk membentengi diri dari pengaruh buruk lingkungannya. Apalagi, masa penanaman suatu doktrin biasanya tidak sebentar. Jadi, anak punya banyak waktu untuk mengkritisi banyak hal.
“Mereka harus waspada, karena proses (penanaman suatu doktrin) tidak sebentar. Dia harus kritis mempertanyakan setiap hal. Kalau ada sesuatu yang mencurigakan, dia harus rasional,” imbuh Veronica.
Orangtua harus tanamkan self esteem
Seorang anak berani mengatakan “tidak” pada ajakan negatif yang datang padanya bukanlah hal mudah tanpa proses. Nyatanya, keberanian menolak sesuatu adalah bagian dari rasa percaya diri yang memadai.
“Mereka yang mudah terpengaruh adalah anak-anak dengan self esteem dan rasa percaya diri rendah. Mereka tidak bisa menolak sehingga mudah dipengaruhi. Berani mengatakan ‘tidak’ adalah salah satu bentuk self esteem dan self confidence. Kalau rasa ini tinggi, mereka akan berpikir, ‘Kenapa mesti ikut kegiatan itu toh di rumah sudah nyaman’, misalnya,” ujar Veronica.
Keberanian itu, ditambahkan Veronica, menjadi bekal anak tidak selalu percaya pada orang yang baru dikenal. Sikap berani menolak pengaruh buruk perlu dipupuk orangtua sejak anak usia dini.
“Orangtua dan pendidik harus bisa menjadi teman diskusi mereka. Tanamkan trustness dan kemampuan untuk menghargai diri sendiri sejak dini. Orangtua juga harus up date terhadap informasi yang berkembang sehingga bisa menjadi partner dan sahabat yang baik bagi anak,” tutupnya.
(ftr)
(Foto: gettyimages)
RASA penasaran dan idealisme usia muda kerap dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Fenomenanya kini, banyak anak muda menjadi korban pencucian otak gerakan radikal.
Bukan tanpa alasan bila kaum muda menjadi sasaran empuk para pencuci otak gerakan radikal berbasis agama seperti Negara Islam Indonesia (NII). Usia muda ditengarai menjadi masa mudah bagi seseorang untuk disusupi keyakinan tertentu.
“Ini adalah waktu ketika anak senang mencari sesuatu yang beda, rasa ingin tahu dan idealismenya sangat tinggi,” tutur Veronica Soepomo MSi, psikolog London School Public Relation saat dihubungi okezone lewat ponselnya, Senin (25/4/2011).
“Apalagi, kalau dia dalam rumah atau keluarga, dia enggak happy. Saat ada komunitas yang bisa menerima idealismenya, ini kemudian dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” tukasnya.
Pendekatan biasanya dilakukan lewat hal-hal yang disukai anak muda.
“Anak mudah masih labil, gampang tergoda. Diajak makan, misalnya, mudah saja mereka menerima karena sifatnya having fun. Pendekatan ini yang biasanya dilakukan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Lebih mudah bila dilakukan lewat jalur ini,” sahut Adri Fabianus, psikolog dari Kasandra Associates.
Sikap kritis dan waspada patut dimiliki anak untuk membentengi diri dari pengaruh buruk lingkungannya. Apalagi, masa penanaman suatu doktrin biasanya tidak sebentar. Jadi, anak punya banyak waktu untuk mengkritisi banyak hal.
“Mereka harus waspada, karena proses (penanaman suatu doktrin) tidak sebentar. Dia harus kritis mempertanyakan setiap hal. Kalau ada sesuatu yang mencurigakan, dia harus rasional,” imbuh Veronica.
Orangtua harus tanamkan self esteem
Seorang anak berani mengatakan “tidak” pada ajakan negatif yang datang padanya bukanlah hal mudah tanpa proses. Nyatanya, keberanian menolak sesuatu adalah bagian dari rasa percaya diri yang memadai.
“Mereka yang mudah terpengaruh adalah anak-anak dengan self esteem dan rasa percaya diri rendah. Mereka tidak bisa menolak sehingga mudah dipengaruhi. Berani mengatakan ‘tidak’ adalah salah satu bentuk self esteem dan self confidence. Kalau rasa ini tinggi, mereka akan berpikir, ‘Kenapa mesti ikut kegiatan itu toh di rumah sudah nyaman’, misalnya,” ujar Veronica.
Keberanian itu, ditambahkan Veronica, menjadi bekal anak tidak selalu percaya pada orang yang baru dikenal. Sikap berani menolak pengaruh buruk perlu dipupuk orangtua sejak anak usia dini.
“Orangtua dan pendidik harus bisa menjadi teman diskusi mereka. Tanamkan trustness dan kemampuan untuk menghargai diri sendiri sejak dini. Orangtua juga harus up date terhadap informasi yang berkembang sehingga bisa menjadi partner dan sahabat yang baik bagi anak,” tutupnya.
(ftr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar